Sony ZV-E10 II, Kamera Simple Untuk Kreator Pemula

Sony ZV-E10 II yang direview ini memiliki image sensor APS-C, dan memiliki mounting lensa Sony E-mount, sehingga dapat berganti lensa.

Orang-orang pada umumnya menganggap ZV-E10 II ini pembaharuan ZV-E10 generasi pertama. Sebenarnya posisi ZVE-10 II ditempatkan diatas ZVE-10 dan di bawah Sony ZV-E1. Oleh sebab itu, peningkatan teknologi dari ZV-E10 ke ZV-E10 signifikan, dan harganya juga lebih tinggi.

Fitur utama ZV-E10 II dan peningkatannya dari ZV-E10
Sony ZVE-10 II menggunakan image sensor APS-C 26 MP dan prosesor Bionz XR yang terbaru. Kedua kombinasi itu memungkinkan adanya fitur-fitur baru.

Peningkatan utama kamera ini adalah adalah kualitas video yang telah mencapai 4K 60p 10 bit 4:2:2 memungkinkan perekaman video berkualitas tinggi, bisa untuk slow motion 2x dan 10 bit 4:2:2, sehingga kita bisa mendapatkan video dengan warna yang kaya dan memudahkan untuk color grading dan pengaturan tonal di post processing.

Kedua, sistem autofokus juga meningkat dari 425 menjadi 759 titik, sehingga dapat mendeteksi dan mengikuti subjek dengan lebih akurat. Subjek yang dapat dideteksi juga bertambah, yaitu subjek mata hewan termasuk burung. Sayangnya tidak ada AI Processing Chip seperti yang di kamera Sony ZV-E1 atau A7R V sehingga belum bisa mendeteksi gestur subjek dengan sempurna.

Ketiga, operasional kamera sudah ditingkatkan, misalnya susunan menunya baru, layar sentuhnya lebih fleksibel, dan kalau kita rekam konten vertikal, orientasi display info-nya juga akan mengikuti.

Untuk yang senang utak-utik tonal dan warna untuk foto video, ada fungsi Creative Look. Bagi yang bingung ngedit video atau color grading, ada pilihan S-Cinetone yang populer di kalangan sinematografer. ZV-E10 generasi ke-dua ini semakin canggih tapi desainnya tetap simple dan cocok digunakan buat kreator pemula.

Desain Sony ZV-E10 II
Setelah peningkatan-peningkatan tersebut, Sony ZV-E10 II ini masih compact, yang agak lebih besar adalah pegangannya, karena baterainya lebih besar. Perubahan ini sangat baik, genggaman jadi lebih pas di tangan. Permukaan kameranya matte dan di gripnya bertekstur, keras dan tidak licin.

Dibandingkan generasi sebelumnya, bentuk kamera ZV-E10 II kurang lebih sama. Beratnya naik sedikit karena baterainya lebih besar. Totalnya 377 gram body-only dengan baterai dan kartu. Saat dipadukan dengan lensa 16-50mm generasi kedua, totalnya sedikit di bawah 1/2 kg alias 483 gram saja. Untuk media penyimpanannya, kamera ini punya satu slot untuk memory card bertipe SD UHS II.

Tata letak tombol dan dial ZV-E10 II ini mirip dengan ZV-E10 generasi pertama. Yang unik di seri ZV ini adalah adanya tombol-tombol yang dapat membantu pemula yang belum belajar foto-video. seperti tombol defocus background untuk mengatur ketajaman latar belakang, dan product showcase supaya kamera fokus ke subjek/produk yang dekat dengan kamera daripada ke wajah.

Di dekat tombol shutter ada tuas ON OFF dan lever untuk mengendalikan zoom. Tentunya fungsi tuas ini hanya akan berlaku jika lensa yang dipasang adalah lensa berjenis power zoom/PZ. Lensa kit 16-50mm ini termasuk, dan juga ada beberapa lensa dari Sony, seperti 18-105mm f/4, 18-110mm f/4, 16-35mm f/4 dan 18-200mm PZ.

Ngomongin soal lensa, 16-50mm yg dipaketkan di ZV-E10 II juga sudah generasi kedua, finishingnya sama dengan kameranya, matte, alias tidak mengkilap. Kualitas optiknya mirip dengan yang lama, cuma lensa yang baru ini autofokusnya lebih cepat dan ada breathing compensation-nya.

Menu kamera ini sekarang sudah sama dengan kamera Sony yang baru, seperti ZVE-1 dan Sony A6700. Ada menu utama untuk pengaturan2 video, dan menu standard yang dikategorikan berdasarkan kategori seperti shooting, exposure atau color, autofokus, playback, konektivitas dan setting kamera. Overall saya jauh lebih suka sistem menu seperti ini daripada sistem menu lama Sony.

Kualitas video
Dalam menguji video kamera ini, saya melihat kualitas videonya sangat detail di kondisi terang maupun di dalam ruangan. Kemungkinan karena kualitas processor dan image sensor baru ini. Video 4K-nya sebenarnya berasal dari video 5.6k-6K yang di downsample.

Tidak ada pembatasan waktu perekaman video, durasi video lebih tergantung pada faktor lain seperti kapasitas baterai, memory card dan faktor cuaca/panas. Pengalaman saya dalam merekam video 4K 10 bit, selama 1 jam kurang lebih kamera agak panas dan muncul simbol peringatan suhu tinggi tapi kamera masih bisa terus merekam video.

Sama seperti generasi pertama, ZV-E10 II tidak memiliki stabilizer di body kamera, tapi ada stabilisasi elektronik untuk video. Jika diaktifkan, akan ada cropping sesuai dengan setting stabilisasinya. Di Sony istilah stabilisasi dinamakan Steadyshot.

Untuk setting Steadyshot standard, cropping-nya hampir tidak ada, sekitar 1.1x saja, tapi kalau active-nya di ON, croppingnya cukup dalam dalam yaitu 1.5x. Misalnya, lensa 16mm jadi 24mm, ekuivalen 37mm di full frame. Sehingga jika diaktifkan untuk self vlogging, kurang maksimal karena wajahnya akan besar dan pemandangan sempit. Kamera ini tidak punya stabilizer built-in, sehingga harus mengandalkan cropping yang lumayan dalam untuk menstabilkan video. Jika menggunakan lensa yang lebih lebar seperti Sony E 11mm f/1.8 akan lebih baik.

Kamera ini dirancang sebagai All-in one, maka internal mic juga dibuat lebih bagus. Built-in mic di kamera ini tidak sebaik mic external, tetapi setidaknya lebih pintar dan kualitasnya lebih bagus terutama kalau posisi kita dekat dengan kamera. Mic ini bisa mendeteksi sumber suara dari depan, belakang atau segala arah. Windshield juga disediakan saat merekam audio jika berhadapan dengan tempat yang anginnya kencang seperti di pantai atau di ketinggian.

Kinerja fotografi
Untuk penggemar fotografi, ZV-E10 memiliki kinerja autofokus dan foto berturut-turut yang cepat, hanya sayangnya, tidak ada lagi mechanical shutter di kamera ini, sehingga saat memotret subjek bergerak cepat seperti olahraga harus hati-hati dengan distorsi, dan juga saat memotret di bawah cahaya buatan tertentu, bisa menghasilkan fenomena banding kalau shutter speednya tidak sinkron dengan flickr-nya lampu.

Kualitas gambar dari sensor APS-C dipadukan dengan preset Creative Look yang fleksibel untuk diatur akan memudahkan fotografer untuk mendapatkan hasil foto yang baik di bebagai kondisi dan sesuai dengan selera masing-masing.
Kesimpulan
Sony ZV-E10 II ini adalah kamera mirrorless yang dirancang untuk konten kreator yang difokuskan untuk video 65%, foto 35%. Kamera ini keren buat dibawa traveling dan digunakan sehari-hari karena ukurannya relatif kecil dan mudah digunakan.

Dibandingkan dengan kamera vlog dengan sensor kecil, seperti kamera ponsel, kamera compact, action cam dan kamera vlogger lainnya, kualitas foto-video ZV-E10 II ini terlihat lebih tajam dan detail di kondisi terang dan di kondisi gelap akan sangat terlihat perbedaannya. Selain itu bisa ganti lensa, jadi look-nya bisa bervariasi dan footagenya terkesan lebih profesional.

Meskipun fiturnya canggih dan banyak yang bisa di explore, kamera ini cukup simple digunakan untuk kreator pemula. Pengoperasian dan kualitas gambarnya lebih baik dibandingkan dengan ZVE-10 generasi pertama dan menurut saya worthy untuk upgrade. ZVE-10 II ini juga cocok sebagai kamera kedua, untuk mengambil b-roll atau untuk traveling light, karena fiturnya sudah lengkap.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *